Senin, 06 Oktober 2025

Kyoto Bergulat dengan Kondisi Overtourism


  • Kamis, 08 Februari 2024 | 21:00
  • | News
 Kyoto Bergulat dengan Kondisi Overtourism

JAKARTA, ARAHKITA.COM - Walikota baru Kyoto Koji Matsui berjanji untuk mengekang overtourism dengan cara membebankan tarif transportasi yang lebih tinggi kepada pengunjung, dan mensubsidi tarif penduduk lokal yang kini setiap hari harus bergulat dengan keramaian, kemacetan lalu lintas, dan kebisingan di musim puncak liburan.

Ketidakpuasan di kalangan penduduk Kyoto atas meningkatnya jumlah pengunjung mendorong Koji Matsui mengeluarkan janji perubahan saat melakukan kampanye. Namun pakar industri perjalanan memperingatkan beberapa janji kampanyenya mungkin sulit diterapkan dan bisa merusak sektor pariwisata Jepang, demikian dilaporkan South China Morning Post.

Para pakar atau pelaku industri mengatakan perlu ada diskusi mengenai masalah overtourism di Kyoto, yang dianggap sebagai salah satu tujuan wisata wajib dikunjungi di Jepang. Beberapa janji Matsui seperti menaikkan tarif bus dan kereta api bagi pengunjung, dan membatasi mobil non-penduduk memasuki kota, dapat menyebabkan masalah yang lebih besar lagi.

Solusinya, menurut mereka, adalah memikirkan kembali secara radikal pendekatan ibu kota kuno tersebut terhadap pariwisata yang dapat memuaskan warga dan pengunjung.

Matsui, mantan anggota oposisi Partai Demokrat Jepang yang menjabat sebagai wakil ketua sekretaris kabinet antara tahun 2009 dan 2010, mencalonkan diri sebagai calon independen dengan dukungan empat partai politik besar. Dia mengalahkan saingan utamanya, Kazuhito Fukuyama, yang didukung oleh Partai Komunis Jepang, dengan 16.000 suara.

Sadar akan antipati warga terhadap pengunjung asing, yang semakin memburuk sejak pembatasan perjalanan terakhir dicabut tahun lalu, Matsui berjanji untuk menerapkan sistem transportasi umum dua tingkat dan mensubsidi tarif bagi penduduk lokal.

Namun, ia mengakui bahwa skema semacam itu memerlukan perubahan dalam undang-undang nasional dan ia perlu menyusun rencana yang menjelaskan secara rinci cara kerjanya.

Matsui juga telah mengusulkan jaringan bus khusus turis yang akan mengangkut wisatawan antara tempat-tempat wisata utama dan memberi ruang lebih pada layanan bus kota reguler.

Perlu Keseimbangan

Penduduk setempat mengeluhkan antrean panjang di banyak tempat wisata paling terkenal di kota itu, sampah di jalanan, kemacetan lalu lintas, dan kebisingan dari properti yang disewakan secara pribadi.

Lebih dari 43,6 juta wisatawan mengunjungi Kyoto pada tahun 2022, sekitar 576.000 di antaranya adalah warga negara asing, lebih dari dua kali lipat angka tahun sebelumnya, ketika hampir semua orang adalah pengunjung domestik karena pembatasan perbatasan.

“Kyoto perlu kembali ke dasar dan bertanya bagaimana hal ini bisa sampai pada titik ini,” kata Ashley Harvey, seorang analis pemasaran yang telah bekerja di sektor perjalanan Jepang selama lebih dari 15 tahun.

“Volume wisatawan yang mengunjungi Kyoto selama bertahun-tahun merupakan hasil dari pemasaran pada waktu tertentu dalam setahun, dikombinasikan dengan fokus pada kuil-kuil paling terkenal, distrik geisha, dan seterusnya,” ujarnya kepada This Week In Asia.

“Selama bertahun-tahun, hal itu menciptakan gambaran bahwa ini adalah satu-satunya waktu yang harus Anda kunjungi dan ini adalah tempat yang harus Anda kunjungi. Perlu ada manajemen yang lebih baik dalam mengendalikan arus pengunjung dan membubarkan mereka dari titik-titik rawan di kota, karena hingga saat ini, fokus untuk mencapai keseimbangan yang tepat masih belum cukup,” ujarnya.

Masaru Takayama, presiden Spirit of Japan Travel yang berbasis di Kyoto, setuju bahwa ada ketidakseimbangan dalam manajemen pengunjung di seluruh kota.

“Di beberapa bagian kota, tidak mungkin memisahkan penduduk lokal dari wisatawan dan saya tidak yakin perbedaan harga kereta atau bus bisa diterapkan. Bagaimana cara mereka mengatur sistem tersebut dan kemudian mengawasinya untuk memastikan bahwa hanya penduduk setempat yang menggunakan tiket yang lebih murah?”

“Dan saya tidak yakin industri perjalanan di sini begitu tertarik pada kebijakan yang mungkin membuat orang enggan datang. Ya, permintaan kembali meningkat, namun banyak perusahaan yang masih berusaha mendapatkan kembali semua kerugian mereka selama pandemi, dan keberlanjutan bukanlah prioritas mereka saat ini,” ujar Masaru.

Namun, lanjutnya, sangat penting bagi kota yang sangat bergantung pada pariwisata untuk menemukan keseimbangan.

Salah satu sarannya adalah upaya promosi untuk menjauh dari puncak musim yang biasanya terjadi dan mendorong orang untuk datang sepanjang tahun, dengan mengadakan acara budaya pada bulan-bulan yang biasanya dianggap sebagai bulan-bulan sepi. Selain itu, kota ini juga memiliki banyak atraksi yang jarang ada dalam rencana perjalanan pengunjung asing.

“Sesuatu harus dilakukan untuk menjadikan Kyoto sebagai destinasi wisata 365 hari dalam setahun, untuk membangun kesadaran merek bahwa ini bukan hanya lokasi musiman,” kata Harvey.

Dia menambahkan, lebih banyak hal yang bisa dilakukan untuk mempromosikan destinasi yang relatif dekat namun sering diabaikan, termasuk pantai di prefektur Kyoto utara, kota Wakayama, Danau Biwa, dan Nara, ibu kota kuno Jepang lainnya. Semua itu adalah perjalanan sehari dari Kyoto, jadi promosinya tidak akan mempengaruhi pengeluaran semalam.

“Sepertinya ada terlalu banyak ketidaksesuaian. Ada kampanye yang sangat kuat untuk mendorong orang-orang pergi ke Kyoto, tapi ketika mereka sampai di sana, Anda hampir merasa bahwa Anda tidak diterima, karena ada tanda-tanda berisi daftar hal-hal yang tidak boleh dilakukan pengunjung dan sebagainya,” tutur Harvey.

“Kyoto harus melepaskan diri dari klise dan mengelola arus pengunjung dengan lebih baik dan penting bagi mereka untuk melakukannya dengan benar karena pariwisata benar-benar merupakan sumber kehidupan kota ini.”

Editor : Lintang Rowe

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

News Terbaru