Sabtu, 04 Oktober 2025

SOP Mitigasi Bencana Sektor Pariwisata


  • Kamis, 28 Februari 2019 | 23:09
  • | News
 SOP  Mitigasi Bencana Sektor Pariwisata Foto: newscorner.id

ARAHDESTINASI.COM: Keindahan Indonesia tidak perlu lagi diragukan. Menurut situs pemandu perjalanan yang menjadi rekomendasi para traveler dunia khsusnya dari Eropa, dari 20 negara yang masuk daftar Indonesia berada di peringkat 6, sedangkan 2 negara dari Asia lainnya; India berada di peringkat 3 dan Vietnam peringkat 20.

Namun, di balik keindahan alam tersebut, posisi Indonesia di peta dunia berada di daerah cincin api (ring of fire). Itu berarti Indonesia termasuk dalam daftar negara rawan bencana. Hampir setiap tahun mengalami bencana alam seperti gempa bumi, erupsi maupun tsunami yang kerap kali berdampak pada pariwisata. Itu sebabnya, mitigasi bencana menjadi program strategis Kementerian Pariwisata (Kemenpar) untuk meminimalisasi bencana.

“Bencana kapan saja bisa terjadi, tidak bisa diprediksi dan relatif tidak bisa dihindari. Tetapi yang terpenting kalau sudah terjadi, bagaimana mengatasinya dan bagaimana kita meminimalisir risiko yang diimbulkan. Untuk ini Kemenpar sudah membuat tim Mitigation Plan dengan menggunakan standar dunia dari UNWTO,” kata Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya dalam diskusi dan sosisalisasi mitigasi bencana bertema Be aware, Beprepare Before Traveling yang digelar bagian Manajemen Krisis Kepariwisataan, Biro Komunikasi Publik (Komblik) Kemenpar bersama Forum Wartawan Pariwisata (Forwapar) di A One Hotel Jakarta, baru-baru ini.

Menpar Arief Yahya dalam paparannya berjudul Mitigasi Bencana Sektor Pariwisata menjelaskan, disaster atau bencana dampaknya sangat besar bagi dunia pariwisata. Bencana alam seperti erupsi, gempa bumi dan tsunami yang terjadi dalam dua tahun berturut-turut telah mengganggu target pariwisata nasional.

“Bencana alam membawa impact sangat besar pada pariwisata. Sebagai ilustrasi peristiwa erupsi Gunung Agung Bali pada 2017 memberi dampak hilangnya potensi kunjungan 1 juta wisman dengan pengeluaran sebesar US$ 1miliar karena pengeluaran rata-rata wisman US$ 1.000 per orang perkunjungan,” kata Arief Yahya.

SOP BencanaLalu, bagaimana seharusnya mitigasi bencana dalam pariwisata? Dalam menangani bencana , baik itu terorisme atau bencana alam yang dapat terjadi kapan saja, Kemenpar telah memiliki SOP untuk penanganannya yang terbagai dalam tiga tahapan; Tanggap Darurat, Tahap Rehabilitasi (Pemulihan), dan berlanjut pada Tahap Normalisasi (Recovery).

Pada masa tanggap darurat , menurut Arief Yahya lebih lanjut, merupakan masa yang sangat rawan terhadap pemberitaan maupun informasi yang salah (hoax) karena kesalahan tersebut membuat truma bagi wisatawan atau terjadi cancellation.

“Begitu muncul bencana, media gencar memberikan kemudian diikuti travel advisory dari negara-negara sumber wisman. Bila pemberitaan bencana tersebut cepat dan akurat akan mengurangi dampak negative pada pariwisata.” Menpar juga menjelaskan, hal yang paling berpengaruh terhadap kunjungan wisman ke wilayah rawan bencana adalah status bencana di daerah tersebut; mulai dari status waspada, siaga, awas, hingga status darurat. “Begitu pemda menetapkan daerah statusnya ‘darurat’ apa yang terjadi? Di seluruh dunia menerbitkan travel warning atau travel advisor tidak boleh berkunjung ke daerah itu.”

Menpar mencontohkan peristiwa erupsi Gunung Agung pada 2017 adanya pengumuman status darurat, Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) kemudian menerbikan travel advisor dan akibatnya tidak satu pun wisman Tiongkok berkunjung ke Bali. Selanjutnya, kita mengusulkan ke Presiden Jokowi agar status darurat kebencanaan tersebut dicabut. Ketika status darurat dicabut, kunjungan wisman Tiongkok ke Bali normal kembali. "Dengan pertimbangan yang sama, menjadi alasan mengapa pemerintah waktu itu tidak menetetapkan bencana gempa di Lombok dengan kondisi darurat,” terangnya.

Menpar menegaskan kembali bahwa dalam mitigasi bencana, pemerintah wajib mengumumkan apa yang terjadi dan mencabut semua promosi tentang daerah yang terkena bencana. Selain itu harus memberikan informasi akurat pada masyarakat dan industri pariwisata. “Kesalahan dalam memberikan informasi bisa menyebabkan terjadi pembatalan kunjungan wisatawan,” katanya.

Kegiatan diskusi dan sosialisasi mitigasi bencana diikuti sekitar 100 peserta dari kalangan media dan industri pariwisaa dengan menghadirkan sejumlah nara sumber Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, Managing Director PT Banten West Java, Bapak Fachrully R Lahasido, Head of Travel Insurance and Media Communication Division PT ACA Asuransi, Bapak Sugiarto Grahihah, VP Corporate Secretary PT Angkasa Pura I, Hendi Haryudhitiawan, Ketua Astindo, Bapak Rudiana, dan Kepala Bagian Humas BMKG, Bapak Ahmad Taufan Maulana dan Kepala Komblik Kemenpar Guntur Sakti sebagai moderator. (*)

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

News Terbaru