Loading
ARAHDESTINASI.COM: Naik gunung pakai kebaya? Rahmi Hidayati, membuktikan kebaya tak jadi halangan untuk pendakian. Dia mulai menggunakan kebaya untuk naik gunung pada 2015.
Ide itu muncul ketika ia melakukan pendakian Rinjani dan berpapasan dengan perempuan-perempuan NTB yang beribadah di pura di atas gunung lengkap menggunakan kebaya, kain ikat, bahkan sepatu tinggi. Dari kekaguman itulah Rahmi yang juga merupakan pendiri komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia itu mulai memraktikan berkebaya untuk naik gunung.
Bahan kebaya yang digunakan Rahmi awalnya katun, namun kain tersebut kurang dapat menyerap keringat dan kurang nyaman untuk aktivitas mendaki gunung. Maka ia mencoba mendesain sendiri kebayanya dengan bahan kaus. “Saya mencoba membuat sendiri kebaya kutubaru berbahan kaos bersama saudara saya yang kebetulan memiliki usaha konveksi. Awalnya hanya saya pakai sendiri, namun kemudian banyak pula teman-teman yang menanyakan dan tertarik,” ujarnya.
Maka, jadilah padu padan kebaya kaos digunakannya dengan bawahan kain batik, tenun maupun lurik, dan juga sepatu sneakers. Hasilnya kostum pendakian yang nyaman. Rahmi sudah sering berkebaya menjajaki gunung-gunung besar di Indonesia, seperti Semeru, Gede, Ciremai, Prau, dan Merbabu. Dia juga kerap menggunakan dalam keseharian.
Kebaya juga kerap digunakan Titi Kusrini, ketika melakukan tugas lapangan dan berwisata. Di antaranya saat pergi ke Pasar Papringan, Desa Ngadiprono, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung. Dia memilih berkebaya dengan paduan sepatu kets untuk melakuan petualangan wisata di pasar yang berada di antara rerimbunan hutan bambu.
Sulha dan teman-temannya yang kerap menyebut pertemanan mereka dengan istilah Keluarga Cemar juga kerap memasang dress code kebaya saat melakukan aktivitas bersama luar ruang. Hasilnya? Wow! (*)