Loading
JEJAK itu masih terpampang jelas, guratan-guratan retak tak beraturan tampak tersisa di sudut atas beberapa bangunan tua. Retak itu adalah bukti betapa kuatnya terjangan tsunami yang melanda di Aceh hampir 20 tahun silam. Lebih dari 4 meter air laut menerjang wilayah Gampong Nusa, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Aceh.
Desa ini dahulu luluh lantak diterjang tsunami, menyisakan kesedihan dan kehancuran. Namun, dengan semangat dan kebersamaan, Gampong Nusa bangkit dari reruntuhan, berubah menjadi desa wisata unggulan yang kini dikenal luas.
Di balik transformasi ini, ada Rubama, sosok tangguh yang memperkenalkan desanya pada dunia, menjadikan Gampong Nusa sebagai surga wisata berbasis kearifan lokal yang kaya akan budaya dan keramahan.
Rubama mengenang Gampong Nusa yang dulu sepi dan belum dikenal. Setelah bencana tsunami, ia dan warga berusaha bangkit bukan hanya untuk hidup, tetapi untuk membangun kembali desa yang mereka tempati. Melalui pelatihan dari lembaga internasional, warga mulai memanfaatkan limbah sebagai bahan kerajinan tangan bernilai. Tas, dompet, dan kotak tisu hasil karya ibu-ibu desa berhasil menarik perhatian pengunjung, menjadi langkah awal membangun potensi pariwisata desa.
Rubama dan warga mulai memetakan keunikan desa. Mereka menyusun paket wisata yang menggambarkan keseharian masyarakat, seperti cooking class untuk memasak makanan khas Aceh dan let tuloe atau “mengejar burung pipit” di sawah, yang membawa pengunjung merasakan pengalaman unik sebagai bagian dari komunitas petani.
Baca juga:
Memaknai Hari Bumi lewat Desa Wisata“Kami ingin pengunjung merasakan kehidupan kami di sini, dan menyatu bersama warga desa,” ujar Rubama dilansir Antara.
Gampong Nusa tidak hanya menawarkan wisata alam, tapi juga kesempatan bagi wisatawan untuk tinggal di pondokan atau homestay, merasakan keramahan Aceh yang tulus, dan hidup bersama masyarakat. Para tamu sering kali disambut dengan hidangan khas yang disiapkan oleh keluarga tuan rumah, merasakan hangatnya budaya Aceh yang memuliakan tamu. Banyak tamu kembali karena mereka merasa seperti menemukan keluarga baru di sini.
Di desa ini, wisatawan juga diperkenalkan pada kerajinan anyaman rotan khas Gampong Keude Bing, tetangga Gampong Nusa. Produk-produk ini menjadi buah tangan yang kaya akan makna dan mengingatkan pengunjung pada kearifan lokal Aceh. Para wisatawan merasakan betapa budaya dan alam berpadu harmonis, menciptakan kesan mendalam dan inspiratif.
Homestay milik penduduk menjadi sarana bagi tamu untuk merasakan rumah panggung khas Aceh yang memang dibuat untuk memberikan pengalaman nyata bagi tamu.
Menu makanan, tamu tidak memilih, namun memang sudah disajikan dengan properti makan khas Aceh, seperti jamuan dari tuan rumah kepada tamu. Tidak salah jika Rumah Tinggal (homestay) Desa Wisata Gampong Nusa, Kabupaten Aceh Besar meraih penghargaan dari ASEAN Tourism Awards 2023--2025 sehingga secara tidak langsung standar kelayakannya sudah diakui oleh beberapa negara tetangga. Menurut Rubama, terdapat 45 kamar homestay di Gampong Nusa.
Foto Dok Kemenparekraf
Sinergi Antara Warga
Keberhasilan Gampong Nusa tidak lepas dari sinergi antara warga yang terus menjaga kebersihan dan kenyamanan desa. Kebersamaan menjadi kunci utama dalam menjaga keindahan lingkungan, dan pengunjung juga diajak ikut serta dalam upaya ini. Pada 2021, Gampong Nusa berhasil meraih juara I dalam kategori homestay di Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI), yang mengukuhkan desa ini sebagai model wisata berbasis masyarakat.
Rubama berharap kesuksesan Gampong Nusa dapat menginspirasi desa-desa lain di Aceh dan Indonesia. Apa yang dilakukan warga murni gerakan dari masyarakat, bukan layaknya CSR dari perusahaan tertentu sehingga kekompakan serta autentik harus dijaga.
Selama tahun 2023 hingga 2024, desa wisata tersebut telah menerima lebih dari 10.000 tamu. Setiap bulan tamu selalu datang, bahkan pada tahun lalu, banyak datang dari Jepang.
Memang tidak semua tamu tercatat menginap, sebagian menghadiri beberapa festival yang diadakan oleh Gampong Nusa.
Berdasarkan pengalaman awak ANTARA menginap, setidaknya rata-rata standar fasilitas homestay sama tiap rumah warga, dengan harga Rp90 ribu/malam. Selain itu, nantinya penginap mendapatkan layanan makanan tiga kali sehari tergantung kebutuhan tamu, namun dengan biaya tambahan sekitar Rp18.000 sekali makan, beserta dengan kue-kue tradisional.
Kesan paling menarik adalah makanan diantar dengan tudung saji serta piring sajian tradisional khas Aceh. Tudung saji tersebut biasa ada pada acara-acara khusus saja.
Jika ingin pengelaman lebih dalam, beberapa rumah warga menyediakan praktik membuat tenun serta makanan ringan, seperti keripik daun kari. Dengan adanya sajian pengalaman langsung tersebut dapat memberi pengalaman yang menarik untuk tinggal di pedesaan Aceh.
Nuansa libur yang terasa adalah jauhnya hiruk pikuk perkotaan tidak akan ditemukan di Gampong Nusa. Meminjam istilah asing yang acap digunakan oleh anak muda sekarang adalah penerapan wisata slow living sungguh bisa didapatkan tinggal di Gampong Nusa. Lingkaran pegunungan di sekitar desa membuat suasana alam makin kental untuk bisa menikmati udara segar para pagi hari usai merebahkan badan melewati malam.
Manajemen wisata
Di tengah gempuran modernisasi, Gampong Nusa berhasil mempertahankan identitasnya melalui pengelolaan wisata berbasis komunitas yang kuat dan nilai budaya yang kental. Model manajemen desa wisata di Gampong Nusa mengedepankan partisipasi aktif masyarakat.
Setiap warga desa, mulai dari pemuda hingga orang tua, diberikan peran yang sesuai dengan kemampuannya untuk ikut andil dalam operasional desa wisata.
Anak-anak muda, misalnya, dilatih sebagai pemandu wisata yang menguasai sejarah, budaya, dan kekayaan alam sekitar. Sementara itu, para orang tua dan pengrajin berperan memproduksi dan menjual berbagai kerajinan khas yang menjadi daya tarik bagi wisatawan.
Pendekatan manajemen yang diadopsi oleh Gampong Nusa tidak hanya mengedepankan keberlanjutan ekonomi, tetapi juga pelestarian lingkungan dan budaya.
Wisatawan yang datang tidak hanya menikmati keindahan alam, tetapi juga terlibat dalam berbagai aktivitas, seperti belajar menanam padi, mengikuti kelas masakan tradisional Aceh, hingga merasakan atmosfer kehidupan masyarakat lokal.
Aktivitas semacam ini tidak hanya menawarkan pengalaman autentik bagi wisatawan, tetapi juga meningkatkan penghargaan mereka terhadap budaya lokal.
Keberhasilan Gampong Nusa dalam mengelola desa wisata ini juga dipengaruhi oleh pola kemitraan yang dibangun dengan berbagai pihak. Kerja sama dengan akademisi, instansi Pemerintah, dan sektor swasta memungkinkan pengembangan desa wisata ini berjalan lebih profesional dan berkelanjutan. Bantuan dari pihak universitas, misalnya, memungkinkan penduduk mendapatkan pelatihan mengenai manajemen pariwisata dan keterampilan pemasaran digital.
Sementara itu, dukungan Pemerintah dalam bentuk infrastruktur semakin memperkuat posisi Gampong Nusa sebagai destinasi wisata dengan akses yang memadai sehingga mampu bersaing di tingkat nasional.
Dengan kombinasi manajemen berbasis komunitas, pelestarian budaya dan lingkungan, serta kolaborasi yang erat dengan pihak luar, Gampong Nusa terus membuktikan bahwa pengelolaan desa wisata yang didukung oleh masyarakat dapat menjadi strategi efektif dalam meningkatkan perekonomian lokal sekaligus melestarikan identitas budaya.
Model ini bisa menjadi contoh bagi desa-desa lain di Indonesia yang ingin menjadikan pariwisata sebagai sumber daya yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.