Loading
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Kampung Yoboi, satu dari sekian banyak desa unik yang ada di Papua Bagaimana tidak? Kampung ini terlihat indah, mengapung di atas Danau Sentani, Kecamatan atau Distrik Sentani, Papua.
Rumah-rumah kayu mengapung dan dihubungkan dengan jembatan-jembatan kayu, sehingga terbentuklah perkampungan apung dengan beragam aktivitas kehidupan sehari-hari.
Uniknya lagi, Desa Yaboi dikeliling hutan sagu yang sangat luas, sehingga perkampungan itu dikenal sebagai salah satu penghasil sagu. Keunikan lainnya, belakangan Desa Yoboi menghias kampungnya dengan mengecat rumah dengan berbagai warna. Jadilah warna-warni pelangi terlihat indah mengapung di tengah danau.
Selama di Kampung Yoboi, wisatawan bisa melakukan segala aktivitas di atas air melalui papan-papan yang dibuat sedemikian rupa menjadi jembatan dan jalan.
Di Kampung Yoboi ini pula wisatawan dapat melihat hutan sagu yang terhampar luas di sekitarnya seperti padang ilalang yang hijau dan asri.
Bagi masyarakat setempat, sagu merupakan makanan pokok yang telah diwariskan turun-temurun sejak zaman nenek moyang suku Sentani atau orang Papua bagian pesisir pada umumnya.
Sagu menjadi makanan utama baik di dalam keluarga maupun acara-acara adat yang digelar sejak zaman dulu hingga saat ini oleh masyarakat Kampung Yoboi maupun masyarakat Sentani pada umumnya.
Pengelolaan sagu, khususnya di Kampung Yoboi, masih dilakukan secara tradisional atau biasa disebut ‘tokok’ guna mengambil serbuk pohon sagu menggunakan alat-alat tradisional.
Melihat hal ini, dengan jumlah pohon sagu yang sangat melimpah maka Representative, Food and Agriculture Organization of The United Nations for Indonesia atau Perwakilan Badan Pangan dan Pertanian Dunia untuk Indonesia (FAO-UN), akan memberikan alat pengolahan sagu dalam skala besar kepada masyarakat Kampung Yoboi.
Bantuan dari FAO-UN tersebut diharapkan dapat meningkatkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) masyarakat di Kampung Yoboi sekaligus menjadi percontohan pengolahan sagu modern di Indonesia.
SurveiUntuk mendukung rencana tersebut, FAO-UN melakukan survei langsung ke Kampung Yoboi didampingi jajaran Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Jayapura untuk melihat bagaimana pengolahan pohon sagu yang diolah selama ini menjadi tepung sagu.
Setelah rangkaian survei dilakukan, FAO-UN menggelar lokakarya dan diskusi publik bersama pemerhati lingkungan, tokoh adat, tokoh masyarakat, pelaku UMKM untuk mendengarkan langsung pendapat tentang rencana pemberian bantuan alat pengolah sagu tersebut.
Semua tokoh yang hadir dalam diskusi itu merasa bersyukur karena ada lembaga dunia di bawah PBB yang mengurusi tentang pangan dan pertanian ingin membantu Kampung Yoboi di Pulau Papua, Indonesia, yang bersebelahan dengan negara tetangga Papua Nugini (PNG).
Apalagi, FAO-UN ingin menjadikan Kampung Yoboi sebagai contoh penerapan pengolahan sagu berkelanjutan dalam jumlah besar. Tepung sagu tersebut nantinya tidak hanya digunakan untuk kebutuhan sehari-sehari, tapi juga dapat dipasarkan.
Perwakilan FAO-UN) untuk Indonesia-Timur Leste, Rajendra Arya, menyatakan akan mendukung pelaku UMKM di Kampung Yoboi dalam mengelola sagu dalam jumlah yang besar.
Alat pengolah sagu yang dibantukan akan menghasilkan tepung sagu dalam jumlah banyak dan bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kegiatan usaha UMKM maupun diekspor ke luar Papua maupun luar negeri.
Tepung sagu bisa dikemas dalam kemasan yang menarik, kemudian dikirim ke Papua Pegunungan, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Barat Daya, sehingga masyarakat yang ingin mengonsumsi tepung sagu bisa membelinya di pasar swalayan.
Langkah itu sebagai terobosan untuk membawa sagu ke industri besar yang bisa dinikmati bukan hanya masyarakat Papua, tetapi masyarakat di luar Papua pun bisa menikmatinya dengan membelinya di pasar.
Selain itu, masyarakat Kampung Yoboi bisa mengolah tepung sagu menjadi berbagai makanan maupun minuman yang memiliki nilai ekonomis tinggi dengan nilai kadar gula yang cukup rendah.
FAO-UN akan mengembangkan hal itu untuk dapat merangsang pertumbuhan ekonomi masyarakat Papua melalui tepung sagu yang dikelola secara profesional.
Pemkab Jayapura sangat antusias dengan dukungan organisasi pangan dan pertanian PBB yang ingin membantu masyarakat Kampung Yoboi dalam pengelolaan sagu berkelanjutan.
“Ini sangat baik sekali, supaya dapat merubah pola pikir masyarakat untuk mengolah sagu tidak hanya sebatas membuat papeda atau sagu porno, tetapi bisa dikembangkan menjadi olahan dengan nilai ekonomis tinggi,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Jayapura, Jenny S Deda. Hutan sagu di Kabupaten Jayapura pada kurun waktu 1960-2000 masih sangat luas. Namun, kini mulai menyusut karena sebagian berubah fungsi menjadi kawasan-kawasan permukiman penduduk dan lainnya.
Data Bappeda Kabupaten Jayapura pada 2019 menyebutkan, luas hutan sagu di daerah ini diperkirakan mencapai 3.302 hektare yang terdapat pada enam distrik, yakni di Distrik Sentani 1.964,5 hektare, Sentani Timur 473,0 hektare, Sentani Barat 74,6 hektare, Waibhu 138,9 hektare, Unurum Guay 277,3 hektare, dan Demta 374,6 hektare.